Kamis, 21 Mei 2015

RABIAH AL-ADAWIYAH



Berbulan madu dengan cahaya Rabiah al-Adawiyah
A. Biografi
Nama lengkapnya adalah Rabiah binti Ismail al-Adawiyah al-Qissiyah. Ia berasal dari keluarga miskin, ditinggal mati oleh ayahnya dan dirundung keprihatinan hidup pada masa remajanya.
Fariduddin Atthar (w.627 H),[1] penyair mistik asala Persia, melukiskan keprihatinan hidup Rabiah, dalam Tazdkirah al-Auliya’nya, bahwa ia dilahirkan di sebuah rumah yang tidak ada sesuatu pun untuk dimakan dan barang berharga untuk dijual. Malam gelap gulita lantaran minyak sebagai sumber penerangan telah habis.
Pada suatu hari, menjelang usia remajanya, ketika keluar rumah, ia ditangkap oleh penjahat dan dijual dengan harga 6 dirham. Orang yang membeli Rabiah selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan berat dan tak jarang memperlakukannya dengan keras dan kasar. Namun demikian, Rabiah tetap tabah menghadapi penderitaan. Siang hari untuk melayani majikannya, sedang ketika malam tiba, lebih-lebih saat manusia telah berdamai dengan kepentingannya dan rela berbagi jubah kesunyian dalam dengkur tidur, ia menghadap Sang Rabb guna mendapat ridha dan cinta-Nya.
Pada suatu malam, tuannya terjaga dari tidur, dan melalui jendela melihat dan mendengar Rabiah sedang sujud dan berdoa, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa hasrat hatiku adalah untuk memenuhi perintah-Mu; jika aku dapat mengubah nasibku ini, niscaya aku tidak akan istirahat barang sebentar dari mengabdi kepada-Mu”.
Menyaksikan peristiwa itu, majikannya merasa takut. Semalaman ia termenung hingga subuh menjemput fajar. Pagi-pagi sekali ia memanggil Rabiah, bersikap lunak padanya dan dengan suka hati membebaskannya.
Setelah kebebasan dirasakannya, Rabiah semakin giat menapaki hidup dengan ajaran sufistiknya, beribadah dan berkhalwat, lebih memilih kemiskinan daripada gemerlap kehidupan dunia. Ia hidup menyendiri, tidak menikah dan enggan menerima bantuan dari orang lain. Dengan sikap dan kesalehannya itu, namanya kian menggema sebagai orang suci. Penghormatan dari orang-orang zuhud dimasanya dan kunjungan untuk ‘tukar-menukar’ pengalaman mengenai kesufian tak jarang ia dapatkan.
Pengalaman kesufiannya ia peroleh bukan dari gurunya, melainkan dari pengalaman pribadnya. Ia juga tidak meniggalkan ajaran tertulis. Murid-muridnyalah yang berjasa mengenalkan ajaran Rabiah pasca wafatnya beliau.

B. Mahabbah Rabiah
            Rabiah dipandang sebagai pelopor tasawwuf mahabbah (cinta mistik), yaitu penyerahan diri total kepada Sang Kekasih. Bertolak dari konsep hubb al-ilah  (mencintai Tuhan) inilah segala ibadah ia kerjakan, bukan semata-mata karena memenuhi kewajiban, takut akan siksa neraka atau pengharapannya pada surga.[2]
            Cinta Rabiah kepada Allah Swt telah memenuhi seluruh jiwa dan raganya, bahkan ketika datang pertanyaan kepadanya mengenai cintanya kepada Rasulullah Saw, ia menjawab “Aku, demi Allah sangat mencintai Rasul, akan tetapi cintaku pada Sang Khaliq (Maha Pencipta) telah memalingkanku dari setiap mahluk.[3]
            Berbeda dengan Al-Ghazali[4], bagi Rabiah cinta (mahabbah) mendahului ma’rifah; cinta yang tulus kepada Tuhan akan dibalas oleh-Nya dengan terbukanya tabir antara manusia dan Tuhan, dan sufi melihat Tuhan dengan mata-hatinya. Karena itu, tatkala Rabiah ditanya apakah ia melihat Tuhan yang ia sembah, Rabi’ah menjawab, “Jika aku tak melihat-Nya, maka aku tidak akan menyembah-Nya.” Selanjutnya tentang ma’rifah, Rabi’ah al-Adawiyah menyatakan bahwa “Buah ilmu ruhani adalah agar engkau palingkan wajahmu dari makhluk, sehingga engkau dapat memusatkan perhatianmu hanya kepada Allah saja, sebab ma’rifah itu adalah mengenal Allah sebaik-baiknya”.[5] Jadi, berangkat dari sinilah pendapat Rabi’ah al-Adawiyah tentang mahabbah yang mendahului ma’rifah—sekalipun keduanya berdampingan dan tidak dapat dipisahkan.
            Syair tentang mahabbah Rabiah yang masyhur, salah satunya, ialah
أحـبّك حبّــين حبّ الهوئ وحبّا لأنّك أهل لذاك
فأما الذي هو حب الهوئ فشغلى بذكرك عن من سواك
وأما الذي أنت أهل له فكشفك لي الحجب حتى أراك
فلا الحمد فى ذا وذاك لي ولكن لك الحمد فى ذا وذاك
يا حبيب القلب ما لي سواك فارحم اليوم مذنبا قد أتاك
يارجائي وراحتي وسروري قد أبى القلب أن يحب سواك
Aku mencintaiMu dengan dua cinta: cinta karena diriku
dan cinta (kepadaMu) karena Kau memang pantas dicinta

Cinta karena diriku adalah keadaanku yang senantiasa
mengingatMu

Cinta karena diriMu telah menyingkap tabir,
sehingga diriMu dapat kupandang

Baik untuk ini, maupun untuk itu, pujianku bukanlah untuk
diriku; bagiMulah pujian itu semua

Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi; berilah ampun pembuat dosa
yang datang menghadapMu

Hanya Engkaulah harapanku, kebahagiaanku dan kesenanganku;
hati ini tak lagi sanggup mencintai selain padaMu
            Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali,[6] yang dimaksudkan Rabi’ah dengan “cinta karena diriku” ialah cinta kepada Allah disebabkan oleh kebaikan dan karunia-Nya, sedangkan “cinta karena Kau pantas dicinta” ialah cinta yang disebabkan oleh keindahan dan keagungan-Nya (al-jamaal dan al-jalaal) yang menyingkap rahasia diri-Nya. Kedua cinta tersebut merupakan cinta paling luhur dan dalam, dan merupakan kelezatan dalam menyaksikan keindahan Tuhan. Cinta model pertama itu perspektifnya ialah cinta rindu (syawq), sedangkan cinta model kedua perspektifnya ialah cinta peleburan (fanaa) “...cinta karena diriMu telah menyingkap tabir, sehingga diriMu dapat kupandang”. Di sini kemudian gagasan Rabi’ah tentang cinta memunculkan pentingnya peran dzikir demi meningkatkan pengalaman keagamaan dan mempertebal perasaan ketuhanan dalam kalbu. Wallahu a’lam.
           


[1] Fariduddin al-Atthar, Tazdkirah al-Auliya, h. 33-41.
[2] Ensiklopedi Islam, Jilid 4, h. 148.
[3] Ibid., h. 149.
[4] Bagi al-Ghazali, ma’rifat haruslah mendahului mahabbah, sebab “Cinta tanpa ma’rifah tidak mungkin. Orang hanya dapat mencintai sesuatu yang dikenalnya”. Lih. Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.II, 2003), hal.166.
[5] Muhammad Atiyah Khamis, 1993, h.69.
[6] Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Terj. Ahmad Rofi’ ‘Utsmani: cet.II, 1997, h. 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar