Tokoh-Tokoh Penting:
a. Nicolaus Copernicus
b. Johannes Kepler
c. Galileo Galilei
d. Francis Bacon (1561-1626)
▓ Rasionalisme
Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan
ahli matematika seperti Descartes, Spinoza dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun
suatu sistem filsafat dengan menggunakan matematika (logika kepastian). Pelopor aliran ini adalah Rene Descartes yang dikenal sebagai
bapak filsafat modern. Ia membangun filsafatnya diatas asas logis abstrak dan
asas pertama suatu dalil yang eksistensial. Demikian juga dengan Spinoza dan Leibniz
yang memakai metode deduktif matematis ala Descartes, akan tetapi mereka lebih
memusatkan perhatiannya pada persoalan metafisika.
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Rene Descartes (1596-1650)
b. Baruch Spinoza (1632-1677)
c. G.W. Leibnitz (1646-1710)
d. Blaise Pascal
▓ Empirisme
Berasal dari kata empiria,
empeiros (yunani), yang berati berpengalaman dalam, berkenalan dengan, terampil
untuk. Dalam bahasa latin “experiential” (pengalaman).[ ] epistemologis-empiris
hobbes mengajarkan bahwa pengenalan atau pengetahuan didapat karena pengalaman
dan pengalaman merupakan awal segala pengetahuan. Segala jenis pengetahuan
diturunkan dari pengalaman dan hanya pengalaman yang dapat memberi jaminan akan
sebuah kepastian. Sementara itu menurut John Locke semua jenis pengetahuan
lahir dari pengalaman. Ia menerima keraguan sebagaimana diajarkan Descartes
tetapi ia menolak metode intuisi dan metode deduktif ala Descartes. Hal ini
menghapus kesan filsafat Plato tentang ide. Tokoh lain David hume seorang
empiris yang konsisten. Sepertinya halnya Locke ia berpendapat bahwa keseluruhan isi dari pikiran berasal dari
pengalaman. Ia berbeda terminolog dengan pendahulunya, ia membedakan dalam dua
persepsi, yakni kesan dan ide.
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
b. John Locke (1632-1704)
c. David Hume (1711-1776)
▓ Kritisisme
Immanuel Kant dengan gigih berupaya mendamaikan
pertentangan antara rasionalisme dan empirisme, ia berpendapat bahwa
pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni “pengalaman” dan “kearifan
budi”. Pengalaman inderawi datang kemudian sedangkan akal budi merupakan unsur
priori (yang datang terlebih dahulu)
Tokoh Penting:
Immanuel Kant (1724-1804)
▓ Idealisme
Filsafat Fichte adalah filsafat pengetahuan
(wissenchaftslehre) yang sekarang dikenal dengan sebuatan epistemologi. Ia
membedakan pengetahuan menjadi dua, yakni teoritis (metafisika) dan praktis
(etika)
Tokoh-Tokoh Penting:
a. George Berkeley (1684-1753)
b. J.G. Fichte (1762 - 1814)
c. F.W.J. Schelling (1775 - 1854)
d. G.W.F. Hegel (1770 - 1831)
e. Voltaire
f. Jean Jacques Rousseau (1712-1788)
▓ Positivisme
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte. Seorang
filsuf prancis yang besar pengaruhnya terhadap teknologi modern dan
perkembangan sains. Comte mengajukan tesis tentang manusia, yang mengatakan
bahwa manusia berkembang dalam tiga tahap, yakni tahap teologi, tahap
metafisika
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Auguste Comte (1798 - 1857)
b. John Stuart Mill (1806 - 1873)
c. Herbert Spencer (1820 - 1903)
▓ Materialisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Ludwig Feuerbach (1804 - 1872)
b. Karl Marx (1818 - 1883)
c. Friedrich Engels (1820 – 1895)
▓ Pragmatisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. William James (1842 -1910)
b. John Dewey (1859 - 1952)
▓ Vitalisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Henri Bergson (1859 - 1941)
▓ Fenomenologi
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Edmund Husserl (1859 - 1938)
b. Max Scheler (1874 - 1928)
▓ Eksistensialisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Martin Heidegger (1883 - 1976)
b. Jean Paul Satre (19051980)
c. Karl Jaspers (1883 - 1969)
d. Gabriel Marcel (1889 - 1973)
e. Soren Kierkegaard (1813 - 1855)
f. Friedrich Nietzsche (1844 - 1900)
g. Nicolas Alexandrovitch Berdyaev (1874 - 1948)
▓ Analitis
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Bertrand Russel
b. Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)
c. Gilbert Ryle
d. John Langshaw Austin
▓ Strukturalisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Levi Strauss
b. Jacques Lacan
c. Michel Foucoult
▓ Postmodernisme
Tokoh-Tokoh Penting:
a. Francois Lyotard
b. Jacques Derrida
c. Richard Rorty
d. Michel Foucoult
1. Renaissance di Eropa dan Perkembangan Filsafat
Tahap awal munculnya renaissance
tidaklah membuat filsafat lansung bangkit dan berkembang, sebab harus
berkonfrontasi dengan pemikiran keagamaan. Setelah dua zaman baru terlihat
benih-benih perkembangan dibidang filsafat yang dilandasi kesadaran kuat akan
eksistensi kehidupan. Diantaranya muncul tokoh seperti R. Descartes, B. Spinoza
dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan
matematika (logika kepastian), yang kemudian membentuk diri menjadi sebuah
paradigma berpikir rasional.
Munculnya
Galilieo memberi arah yang tepat bagi perkembangan ilmu alam. Leonardo Davincie
memperkenalkan dasar pengalaman bagi dasar ilmu alam dan matematika, serta
mencoba menghindari diri sedapat mungkin dari filsafat spekulatif. Demikian
juga Copernicus yang dengan pendapatnya mengenai bumi mengelilingi matahari
berhasil menggulingkan filsafat Aristoteles. Kemunculan para ilmuan inilah
menjadikan zaman Renaissance melangkah pada masa pendewasaannya yang dikenal
dengan Aufklarung (pencerahan atau zaman budi).
2. Aufklarung
Zaman
ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”, Aufklarung
merupakan lanjutan dari Renaissance, kalau Renaissance dipandang sebagai
peremajaan pikiran maka Aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Dalam masa ini
juga banyak muncul tokoh-tokoh filsuf, seperti di Inggris: J. Locke, G.
Berkeley dan D. Hume, Di Prancis: JJ. Russeau (1712-1788).
Utamanya tokoh-tokoh ini mendasarkan pengetahuannya pada pengalaman nyata,
sehingga mengarah kepada realisme yang naif, yang mengakui kebenaran objektif
atas dasar pengalaman yang tanpa penelitian lebih lanjut. Tetapi kenyataan ini
berubah ketika filsuf jerman Immanuel kant muncul yang mencoba menciptakan
suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme sehingga ia dianggap sebagai
filsuf terpenting zaman modern.
Keberagaman pemikiran yang berkembang melahirkan berbagai pemahaman dan
kepercayaan, masing-masing mulai membentuknya menjadi paradigma yang diakui dan
diterima oleh sebuah kelompok. Paradigma yang diakui inilah kemudian muncul dan
menjadi semacam sekte atau aliran-aliran dalam perkembangan filsafat. Dibawah
ini akan disebutkan tokoh-tokohnya sesuai dengan tugas makalah penyusun.
▓ Renaissance
Munculnya Galilieo memberi arah yang tepat bagi perkembangan ilmu alam.
Leonardo Davincie memperkenalkan dasar pengalaman bagi dasar ilmu alam dan
matematika, serta mencoba menghindari diri sedapat mungkin dari filsafat
spekulatif. Demikian juga Copernicus yang dengan pendapatnya mengenai bumi
mengelilingi matahari berhasil menggulingkan filsafat Aristoteles.
Sejarah Filsafat Modern
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik
yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan
kedua pendapat berbeda itu.
Aliran Rasionalisme dipelopori oleh
Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku
Discourse de la Methode tahun
1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu
kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu
100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal
yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan,
bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku
menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya
aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran
yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku
mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah”
— “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah
itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam
menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita
lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa,
“extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna,
penyebab sempurna dari kedua realitas itu). Pikiran sesungguhnya adalah
kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang
lebih kecil.
Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan
sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga.
Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas
pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang
hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang,
dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat,
bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena
dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah
komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan). Descartes adalah
pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran.
Aliran Empririsme nyata dalam
pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia),
maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu
pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak
menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa
ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah
hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan
seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar
pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya
disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan
itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume,
“aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran
tertentu)”.
Kausalitas
Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal
batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan
pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak
memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian hanya
mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari
“probable” (berpeluang). Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa
sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya
dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara tentang
“hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan
atau perasaan kita saja.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan
tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas
tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Dengan Kritisisme Imanuel Kant
(1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan
ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah
separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera
kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang
dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia.
Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa
dunia “itu sendiri” (das ding an sich), namun hanya dunia itu seperti
tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Akan tetapi, menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama
adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua
adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
PROBLEM FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN:
KELAHIRAN FILSAFAT MODERN
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah hamba teologi
Thomas Aquinas
Keywords: teosentris, metafisis, dogmatis, patristik, skolastik, renaissans,
antroposentris, rasionalis, empirisme
Boleh jadi, kata-kata Thomas Aquinas, salah seorang tokoh filsafat abad
pertengahan masa skolastik, di atas adalah gambaran seutuhnya peta pemikiran
filsafat pada abad pertengahan. Abad pertengahan seringkali dituduh sebagai
masa suram (abad gelap) dunia filsafat, dengan dalih kuatnya dominasi dan
otoritas agama dalam pemikiran filsafat masa itu. Filsafat dianggap seolah-olah
tidak lebih sebagai instrumen dalam upaya menjustifikasi teologi agama.
Wilayah kekuasan Romawi baik di timur maupun barat, dikuasai hampir seluruhnya
oleh ’dinasti’ Kristen (Katolik). Kolaborasi antara penguasa dengan gereja
menjadi satu kekuatan superpower dalam struktur masyarakat. Dalam dunia Kristen
inilah filsafat abad pertengahan bertumbuh kembang, dan ini yang meniscayakan adanya
corak filsafat yang berasas teologis.
Di dunia lainnya seperti di India, Tiongkok, dan Arab (Islam), pun memiliki
keserupaan corak dan model filsafat yang sama dengan yang di dunia Kristen.
Filsafat India berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga pemikiran
filsafatnya bersifat religius dan tujuan akhirnya mencari keselamatan akhirat.
Filsafat India terbagi menjadi tiga masa: Zaman Weda pemikiran filsafat berupa
mantera-mantera dan pujian keagamaan, Zaman Wira Carita pemikiran filsafat
berupa tulisan-tlisan tentang kepahlawanan dan tentang hubungan manusia dengan
dewa. Zaman Sastra Sutra diisi oleh semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran
filsafat (sutra), dengan ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh seperti Sankara,
Ramanuja, Madhwa, dan lainnya. Zaman Kemunduran diisi oleh pemikiran filsafat
yang mandul, karena para ahli pikir hanya menirukan pemikiran filsafat yang
lampau saja. Zaman Pembaharuan diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat
India,yang dipelopori oleh Ram Mohan Ray, seorang pembaharu yang mendapatkan
pendidikan di Barat.
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup dalam kebudayaan Tiongkok. Hal ini
disebabkan karena pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang
pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Menurut rakyat
Tiongkok fungsi filsafat dalam kehidupan manusia adalah untuk mempertinggi
tingkat rohani. Di Tiongkok ada dua aliran yang mendominasi pemikiran rakyat
yaitu Confusianisme dan Taoisme.
Di dunia Arab (Islam), filsafat yang berkembang adalah upaya sintesa agama
dengan pemikiran filsafat platonian dan aristotelian sekaligus. Filsafat Islam
dibagi dalam beberapa periode (a). Periode Mu’tazilah yaitu periode yang
mendahulukan pemakaian akal pikiran kemudian diselaraskan dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Menurut mereka , Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mungkin bertentangan
dengan akal pikiran.(b). Periode Filsafat Pertama upaya pendahuluannya adalah
diadakan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan.
(c). Periode kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam.(d) Periode
filsafat kedua merupakan prestasi besar dan sebagai mata rantai hubungan Islam
dari Timur ke Eropa, yang belakangan dianggap sebagai masa-masa peranan Islam
terhadap Eropa dalam memberikan spirit kebebasan berpikir.
Filsafat abad pertengahan di Barat (dunia Kristen), antara abad 1 s.d awal abad
16 M, seringkali dibagi dalam dua masa, yakni masa patristik dan masa
skolastik, yang berpusat di Athena, Alexandria dan Byzantium. Kedua masa itu
corak filsafatnya tetap dicirikan oleh kuatnya kredo iman (dogma agama) yang
lebih bernuansa metafisis ketimbang rasionalitas/nalariah. Bangunan
epistemologinya bersumber dari filsafat platonian dan stoisisme, Santo Anselmus
sampai-sampai membuat adagium credo ut intelligam (aku percaya agar aku
mengerti) yang seolah menegaskan corak pemikiran filsafat saat itu. Filsafat
ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang mendahulukan pemahaman
terlebih dulu daripada iman.
Puncak kejayaan masa skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas Aquinas. Ia
mendapat gelar "The Angelic Doctor", karena banyak pikirannya,
terutama dalam "Summa Theologia" menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari gereja. Menurutnya, pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan
didapat melalui indera dan diolah akal. Namun, akal tidak mampu mencapai
realitas tertinggi yang ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah
keagamaan yang harus diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau
filsafat harus dikembangkan dalam upaya memperkuat dalil-dali agama dan
mengabdi kepada Tuhan.
Belakangan, menghadapi abad XII, Eropa membuka kembali kebebasan berpikir yang
dipelopori oleh Peter Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan
membalik diktum Augustinus-Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan
pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya
percaya). Peter Abelardus memberikan status yang lebih tinggi kepada penalaran
dari pada iman.
Pada tahap akhir masa skolastik terdapat filosof yang berbeda pandangan dengan
Thomas Aquinas, yaitu William Occam. Tulisan-tulisannya menyerang kekuasaan
gereja dan teologi Kristen. Karenanya, ia tidak begitu disukai dan kemudian
dipenjarakan oleh Paus. Namun, ia berhasil meloloskan diri dan meminta suaka
politik kepada Kaisar Louis IV, sehingga ia terlibat konflik berkepanjangan
dengan gereja dan negara. William Occam merasa membela agama dengan menceraikan
ilmu dari teologi. Tuhan harus diterima atas dasar keimanan, bukan dengan
pembuktian, karena kepercayaan teologis tidak dapat didemonstrasikan.
Pada abad pertengahan, perkembangan alam pikiran di Barat amat terkekang oleh
keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama (doktrin gereja). Perkembangan
penalaran tidak dilarang, tetapi harus disesuaikan dan diabdikan pada keyakinan
agama. Filsafat pada masa itu mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik.
Saat itu sulit membedakan mana filsafat dan mana teologi gereja. Sedangkan
periode sejarah yang umumnya disebut modern memiliki sudut pandang mental yang
berbeda dalam banyak hal, terutama kewibawaan gereja semakin memudar, sementara
itu otoritas ilmu pengetahuan semakin kuat.
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya renaissance sekitar abad XV dan
XVI M, yang bermaksud melahirkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi.
Problem utama masa renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah sintesa
agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan
tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu
maupun sosial. Filosof masa renaissance antara lain Francis Bacon. Ia
berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini
bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala
sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu,
sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa
Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth),
yaitu kebenaran akal dan wahyu.
Puncak masa renaissance muncul pada era Rene Descartes yang sering dianggap
sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang
dimajukan bertujuan untuk melepaskan diri dari kungkungan gereja. Semboyan
lantangnya yang berbunyi “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada) sangat
terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena mengangkat kembali derajat
rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu. Dalam hal ini,
filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena
dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran.
Kemudian muncul aliran Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes dan
John Locke. Aliran Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan
berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini
juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna. Di
tengah gegap gempitanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul gagasan
baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke Jerman.
Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa pencerahan
sekitar abad XVIII M.
Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas
dari kungkungan gereja, sehingga Voltaire menyebutnya sebagai the age of reason
(zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekwensinya adalah supremasi rasio
berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkembangnya filsafat dan
sains. Meskipun demikian, di antara pemikir zaman aufklarung ada yang
memperhatikan masalah agama, seperti David Hume. Menurutnya, agama lahir dari
hopes and fears (harapan dan penderitaan manusia). Agama berkembang melalui
proses dari yang asli, yang bersifat politeis, kepada agama yang bersifat
monoteis. Kemudian Jean Jacques Rousseau berjuang melawan dominasi abad pencerahan
yang materialistis dan atheis. Ia menentang rasionalisme yang membuat kehidupan
menjadi gersang. Ia dikenal dengan semboyannya retournous a la nature (kembali
ke keadaan asal), yakni kembali menjalin keakraban dengan alam.
Tokoh lainnya adalah Imanuel Kant. Filsafatnya dikenal dengan Idealisme
Transendental atau Filsafat Kritisisme. Menurutnya, pengetahuan manusia
merupakan sintesa antara apa yang secara apriori sudah ada dalam kesadaran dan
pikiran dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman (aposteriori). Ia
berusaha meneliti kemampuan dan batas-batas rasio. Ia memposisikan akal dan
rasa pada tempatnya, menyelamatkan sains dan agama dari gangguan skeptisisme.
Tokoh idealisme lainnya adalah George Wilhelm Friedrich Hegel. Filsafatnya
dikenal dengan idealisme absolut yang bersifat monistik, yaitu seluruh yang ada
merupakan bentuk dari akal yang satu, yakni akal yang absolut (absolut mind).
Ia memandang agama Kristen yang dipahaminya secara panteistik sebagai bentuk
terindah dan tertinggi dari segala agama.
Sementara itu, Jeremy Benthem di Inggris mengawali tumbuhnya aliran
Utilitarianisme. Utility dalam bahasa Inggris berarti kegunaan dan manfaat.
Makna semacam inilah yang menjadi dasar aliran Utilitarianisme. Tokoh lain
aliran ini adalah John Stuart Mill dan Henry Sidgwick. Menurut aliran
utilitarianis bahwa pilihan terbaik dari berbagai kemungkinan tindakan
perorangan maupun kolektif adalah yang paling banyak memberikan kebahagiaan
pada banyak orang. Kebahagiaan diartikan sebagai terwujudnya rasa senang dan selamat
atau hilangnya rasa sakit dan was-was. Hal ini bukan saja menjadi ukuran moral
dan kebenaran, tetapi juga menjadi tujuan individu, masyarakat, dan negara.
Aliran filsafat yang lain adalah Positivisme. Dasar-dasar filsafat ini dibangun
oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte. Ia menyatakan bahwa
pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis,
metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan
manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan
tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena
kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai
pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di
berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan.
Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada
isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Tokoh aliran Materialisme adalah Feurbach. Ia menyatakan bahwa kepercayaan
manusia kepada Allah sebenarnya berasal dari keinginan manusia yang merasa
tidak bahagia. Lalu, manusia mencipta Wujud yang dapat dijadikan tumpuan
harapan yaitu Tuhan, sehingga Feurbach menyatakan teologi harus diganti dengan
antropologi. Tokoh lain aliran Materialisme adalah Karl Marx yang menentang
segala bentuk spiritualisme. Ia bersama Friederich Engels membangun pemikiran
komunisme pada tahun 1848 dengan manifesto komunisme. Karl Marx memandang bahwa
manusia itu bebas, tidak terikat dengan yang transendental. Kehidupan manusia
ditentukan oleh materi. Agama sebagai proyeksi kehendak manusia, bukan berasal
dari dunia ghaib.
Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk
dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi
oleh gereja.[]
Diajukan untuk presentasi dalam Kuliah Filsafat Modern, AF/UY/UIN Suka/13092007
Oleh Basyarat Asgor Ali, 05510012
Pustaka;
Asmoro Asmadi, Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, tt.
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, Gramedia,
2004
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, 1998
Roger Scruton, Sejarah Singkat Filsafat Modern, Dari Descartes sampai
Wittgenstein, PT Pantja Simpati, 1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar